SNIPER TERMASHUR
Sniper atau penembak runduk, adalah seorang prajurit infanteri yang secara khusus terlatih untuk mempunyai kemampuan membunuh musuh secara tersembunyi dari jarak jauh dengan menggunakan rifle/senapan.
I. Lyudmila Pavlichenko
Lyudmila Pavlichenko(Ukrainian: Людмила Михайлівна Павліченко; Russian: Людмила Михайловна Павличенко Lyudmila Mikhailovna Pavlichenko) (July 12, 1916 – October 10, 1974) merupakan sniper soviet pada periode PD2. Tercatat menembak mati 309 orang dan diakui sebagai sniper wanita paling sukses dalam sejarah.
II. Carlos Norman Hathcock
Carlos Norman Hathcock (May 20, 1942 – February 23, 1999) merupakan United States Marine Corps Gunnery Sergeant yang tercatat berhasil menembak mati 93 orang. dengan trackrecord dan detil misi luarbiasa yang pernah dilakukannya membuatnya menjadi legenda di kalangan marinir. kepiawaiannya sebagai sniper mengantarkannya menjadi pegembang pada United States Marine Corps Sniper training program. Namanya juga di abadikan menjadi nama salah satu senapan jenis M21 yang dijuluki the Springfield Armory M25 White Feather. Dalam salah satu buku yang mengisahkan tentang sepak terjangnya sebagai sniper, Hathcock mengatakan: “I like shooting, and I love hunting. But I never did enjoy killing anybody. It’s my job. If I don’t get those bastards, then they’re gonna kill a lot of these kids we got dressed up like Marines. That’s just the way I see it.”
III. Vasily Zaytsev
Vasily Zaytsev adalah sniper soviet pada periode PD2. Dikenal karena partisipasinya selama pertempuran Stalingrad antara November 10- December 17, 1942. Tercatat telah menembak mati 225 prajurit dan polisi Wehrmacht (nama angkatan bersenjata Nazi-Jerman sejak tahun 1935 hingga 1945) dan tentara Axis lainnya termasuk 11 sniper musuh. Soviet juga mendirikan sekolah sniper yang juga dijalankan oleh Zaytsev di Metiz factory. Sniper-sniper yang dilatih oleh Zaytsev dijuluki “zaichata”. Antony Beevor mencatat di Stalingrad bahwa ini merupakan awal dari Pergerakan Sniper di dalam Batalion 62. Diperkirakan para sniper-sniper yang dilatih Zaytsev membunuh lebih dari 3.000 tentara musuh.
IV. Erwin Konig
Erwin Konig aka Heinz Thorvald (died c. 1942) tercatat menembak mati 400 orang, merupakan kampiun Wehrmacht sniper yang diduga terbunuh oleh sniper tentara merah legendaris Vasily Zaytsev pada periode pertempuran Stalingrad. Konig pernah disinggung pada memoar Zaytsev sebagai sniper dan dalam buku buku nonfiksi(1973) William Craig berjudul Enemy at the Gates: The Battle for Stalingrad. Pada tahun 2001 film Enemy at the Gates menceritakan duel antara Zaytsev dan König pada hari-hari terakhir pertempuran di Stalingrad.
V. Ivan Sidorenko
Ivan Sidorenko (born September 12, 1919)… ganteng juga… mantan anggota tentara merah bertugas selama PD2. Merupakan salah satu sniper paling ditakuti pada masa itu, tercatat telah menembak mati lebih dari 500 orang.. wow!! Namun ternyata pretasi Sidorenko tidak terlalu unik karena beberapa sniper soviet pada masa itu juga memiliki catatan pretasi yang tidak jauh berbeda bahkan Simo Häyhä tercatat telah menembak mati 505 orang.
VI. Simo Häyhä
Simo Häyhä (December 17, 1905 – April 1, 2002) bertugas pada masa PD2, tentara merah menjulukinya “White Death” karena menggunakan baju kamuflase warna putih saat beraksi, tidak ada angka pasti berapa orang yang telah ditembak mati olehnya. Häyhä diketahui telah membunuh 505 tentara Soviet. Tentara garis depan Finlandia secara tak resmi menceritakan bahwa dalam pertempuran yang terjadi di Kolla, Häyhä pembunuh lebih dari 800. Häyhä juga dilaporkan membunuh lebih dari 200 tentara menggunakan senapan mesin Suomi KP/-31, sehingga menambah catatan pembunuhan dia menjadi lebih dari 705 tentara. Semua Häyhä lakukan dalam waktu kurang dari 100 hari.
Uni Soviet mencoba beberapa kali untuk membunuhnya, termasuk melawannya dengan penembak jitu lagi dan juga serangan artileri. Pada 6 Maret 1940, Häyhä tertembak pada rahangnya ketika bertempur. Dia ditolong oleh rekan sesama tentaranya dan baru sadar tanggal 13 Maret 1940. Sesaat setelah perang, Häyhä mendapatkan promosi dari Kopral menjadi Letnan tingkat Dua oleh Panglima Tertinggi Carl Gustaf Emil Mannerheim. Tak ada satupun orang yang mendapatkan kenaikan tingkat begitu cepat selain Simo Häyhä dalam sejarah militer Finlandia.
VII. Henry Norwest
Henry Norwest (May 1, 1884– August 18, 1918) bertugas pada masa PD1. Seorangmantan pekerja ranch dan pemain rodeo, Ia pernah bertugas di kepolisian Northwest Mounted hingga september 1915, setelah itu bergabung dengan tentara Kanada. Selama 3 tahun masa tugasnya di 50th Canadian Infantry Battalion, telah melakukan aktivitas sniping dengan rekor 115 tembakan fatal. norwest merupakan Sniper yang luar biasa, hal yang membuatnya berbeda dari yang lain adalah taktik grilyanya yang luar biasa dan keahliannya dlm berkamuflase. Keahliannya itu membuatnya ditugaskan pada misi pengintaian di “no man’s land” atau dibelakang garis musuh.
Billy Sing DCM (1886 – 19 May 1943) adalah prajurit Australia yang bertugas pada masa PD1. Merupakan sniper ternama pada masa pertempuran Gallipoli. Sing bertugas dengan spotter (pengintai) Ion Idriess (yang kemudian menulis “Desert Column”, “Cattle King”, “Lassetter’s Last Ride”), dan kemudian Tom Sheehan. Tercatat menembak mati 150 orang namun pada 23 Oktober 1915, Jenderal William Birdwood, komandan tentara Australia dan New Zealand memuji Sing atas keberhasilannya menembak mati 201 musuh.
IX. Francis Pegahmagabow
Corporal Francis Pegahmagabow (March 9, 1891 – August 5, 1952). Seorang prajurit Aborigin paling berani dalam sejarah militer kanada dan merupakan sniper paling ditakuti pada masa PD1. Tiga kali memperoleh Mendali Militer dan terluka serius. Tercatat telah menembak mati 378 Tentara Jerman dan menangkap 300 lainnya. Pada masa hidupnya ia pernah menjabat sebagai anggota dewan, sebagai aktivis dan pemimpin pada beberapa organisasi First Nations. “My mother [Eva] told me he used to go behind enemy lines, rub shoulders with the enemy forces and never get caught. … He was always saying how we have to live in harmony with all living things in this world.” —Duncan Pegahmagabow (son).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar